Rabu, 13 November 2013

Sholawat: Ranah Perjuangan yang Kesepian

oleh: Miftahul Khoiriyah Al Istiqomah
(06 November 2013)
Keniscayaan dalam normatif
Kita—mau tidak mau—sudah melekat dalam diri ini sebagai insan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) yang sejak awal diajarkan untuk mengamalkan tiga elemen Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Tiga elemen itu adalah ada hablumminallah (hubungan dengan Allah), hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia), dan hablumminalalam (hubungan dengan alam). Ketiganya perlu untuk dilaksanakan secara komprehensif, artinya dengan tidak meninggalkan atau memisahkan salah satunya, karena pada hakikatnya ketiga hal tersebut berakar pada keyakinan kita akan keberadaan dan keEsaan Allah.
Sikap keseimbangan (Tawazun) dalam mengamalkan ketiganya menjadi hal yang tidak mudah—walau bukan hal yang mustahil—untuk diimplementasikan. Ambil contoh bahwa hampir setiap hari kita seolah diresahkan dengan keadaan sosial kita yang mungkin ditafsirkan sebagai hal yang terus-menerus “keliru”, dan mungkin tidak banyak yang berfikir tentang kebaikan yang mungkin terjadi untuk umat dilingkungan sosial kita.

Berfikir untuk menyelesaikan persoalan terkait kondisi sosial dengan selalu berbicara banyak teori yang sudah masyhur oleh beberapa orang tokoh merupakan rutinitas yang tentu dapat menjadi rujukan pada NDP yang kedua yaitu hubungan dengan sesama manusia. Ini bukan lagi menjadi sesuatu yang salah karena memang ketika sebagian kecil—kalau bukan tidak ada—yang sadar dengan hal yang sudah dianggap remeh ini, maka nilai kita sebagai seorang PMII yang menggunakan Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA) sebagai landasannya akan dipertanyakan bahkan diragukan.
Akan tetapi akan menjadi hal yang kurang tepat atau bahkan salah ketika hubungan baik dengan sesama manusia tidak dibarengi dengan hubungan baik kita kepada Sang Pencipta. Disadari atau tidak, sebenarnya kita ini haus akan ilmu pengetahuan agama atau sekedar kajian yang berbasis tentang keagamaan. Seperti yang terjadi selama ini adalah sepinya kegiatan yang dilaksanakan dengan topik pembahasan keagamaan. Jika setiap hal yang dilaksanakan oleh warga pergerakan dimaknai dengan sebuah perjuangan, tentu setiap rutinitas yang diharapkan membawa kemanfaatan itu tentu bisa berjalan beriringan antara satu dengan yang lainnya.
Faktanya tidak seperti itu, banyak diantara kita yang lebih memilih warung kopi sebagai medan perjuangan, ketika dikatakan bahwa semua adalah bentuk perjuangan yang berwarna. Hasilnya tidak mengindahkan kegiatan yang diadakan sebagai bentuk untuk mendekatkan diri kepada Sang Kuasa. Ini menjadi sangat memalukan dan meresahkan kepada kita yang sadar akan pentingnya keseimbangan disetiap nilai dalam kaca mata insan PMII sesungguhnya.  

Realitas momentum
Kita adalah bagian dari warga pergerakan yang masih berada dalam lingkup dunia kampus dan dunia sosial serta tentu memiliki kesempatan untuk berproses bersama dalam mengamalkan setiap segala sesuatunya dari NDP. Namun sangat disayangkan, ambil contoh ketika setiap Jum’at sore kita menjalankan rutinitas jama’ah “shalawat nariyah” yang hanya diikuti oleh sebagian kecil dari jumlah seluruh warga pergerakan (khususnya) yang ada.
Karena bagaimanapun innamal a’malu bin niat, karena itu tidak mungkin juga memaksakan. Hal ini harus berangkat dari kesadaran. Shalawat adalah aktifitas mulia yang bisa memberikan cahaya bagi kita. Tanpa kemudian memandangnya sebagai apa, bukan siapa, undzur ma qola wala tandzur man qola. Kebutuhan kita tidaklah terbatas pada kehidupan untuk dunia saja. Kehidupan akhirat yang merupakan kebutuhan sesungguhnya menanti kita dengan amal ibadah yang menjadi bekal untuk mengahadapNya kelak.
Menjalankan salah satu shalawat dari sekian banyak macam bacaan shalawat kepada Nabi merupakan salah satu jembatan untuk menuju pada kehidupan akhirat yang lebih baik. Terlebih hari yang kita gunakan adalah hari jumat yang diyakaini sebagai hari yang lebih mulia dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Akan menjadikan derajat kita lebih tinggi dan lebih dekat pula dengan kekasih Allah ketika shalawat hari jumat itu kita laksanakan.
Dalam hadist shahih yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda:
“Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari Jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari Jumat, maka barang siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.”
Betapa mudah dan mulianya Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk semakin dekat dan menjadikan kita sebagai seorang yang benar-benar PMII dari segala aspek. Individu bisa kita peroleh dengan tidak perlu bersusah payah dan kita pun tetap bisa menjalankan aktifitas sosial kita pada waktu selebihnya.
Keutamaan shalawat
Shalawat merupakan satu-satunya pekerjaan mulia yang tidak hanya dilaksanakan oleh manusia saja. Akan tetapi bukti mulianya bershalawat juga dibuktikan dengan adanya firman Allah yang menunjukkan bahwa shalawat atas Nabi tidak terbatas dilakukan oleh seorang hamba tapi juga oleh Allah SWT. Jelas dalam surat Al Al-Ahzab surat 56 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat(memuji dan berdoa) atas Nabi (Muhammad SAW). Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya.”
Tentu akan berbeda makna ketika shalawat diucapkan oleh seorang hamba dengan diucapkan oleh sang Khaliq. Jika shalawat yang diucapkan oleh manusia merupakan doa agar Nabi Muhammad selalu diberi rahmat oleh Allah SWT, maka shalawat yang diucapkan oleh sang pengasih adalah bentuk rahmat/kasih sayang atau bentuk pujian dari Allah kepada beliau.
Wallahu a’lam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar