Oleh : Miftahul Khoiriyah Al Istiqomah
Birokrasi terasa
menjadi kewajiban yang harus dipenuhi pada setiap proses yang berhubungan
dengan aturan baik dalam masing-masing individu maupun khalayak publik. Segala
bentuk keputusan yang diambil oleh pemerintahan harus selalu memperioritaskan kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat. Disadari maupun tidak, dalam arti luas, segala
aspek dalam kehidupan tidak akan pernah bisa lepas dari birokrasi. Birokrasi
dalam pemerintahan bisa diartikan sebagai sistem pemerintah yang dilaksanakan
dalam menjalankan rutinitas kepemerintahan untuk memenuhi kewajiban pemerintah
sebagai tugas dan amanah negara.
Pandangan umum masyarakat secara umum yang ada
sampai saat ini bahwa birokrasi hanya akan mempersulit sebuah tindakan dengan
prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Birokrasi yang dirasa kaku dan keras
menjadikan masyarakat enggan dan malas untuk melaksanakannya. Semua itu bisa
diatasi ketika pemerintahan dengan cermat mengatur dan memetakan sebuah sistem
dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Sebab tujuan dari segala yang
dilakukan oleh pemerintahan dalam pemerintahan harus kembali pada kemakmuran,
kesejahteraan, dan kebaikan masyarakat didalamnya. Melihat dari apa yang selama
ini terjadi pada negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ada sebuah reformasi dalam birokrasi
yangmana hal itu bisa meningkatkan public
service dari pemerintah. .
Pada dasarnya, birokrasi
dalam pemerintahan tidak bisa selalu dipersalahkan atau bahkan tidak layak
untuk dipersalahkan. Sebab, sebaik atau seburuk apapun sebuah birokrasi jika
tidak dilaksanakan oleh SDM (Sumber Daya Manusia) yang mumpuni serta komitmen
terhadap aturan yang ada didalamnya, maka akan sia-sia dan bukan kemajuan akan
tetapi bisa sebuah kemerosotan yang akan terjadi. Sehingga reformasi birokrasi
layak bahkan harus dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sistem yang selama
ini terjadi dalam faktanya.
Administrasi dalam
teori hanyalah sebuah instrumen untuk melindungi, mengatur, mengontrol, dan
lain sebagainya. Namun, prosedur administrasi pada prakteknya harus
dilaksanakan dengan tertib. Hal ini bisa dibuktikan dengan apa yang telah dilakukan
oleh Bupati Banyuwangi, Bapak Anas yang menjabat sebagai Bupati sejak 2010 lalu.
Faktanya saat ini sudah dilaksanakan program digital sociaty dengan memberikan pelayanan satu atap kepada
publik. Selain itu, administrasi juga tidak harus selalu dilakukan dikantor
pemerintah, namun juga bisa dilakukan secara terbuka. Artinya ada waktu-waktu
tertentu untuk bertemu dan berkumpul antara pihak pemerintah dengan masyarakat,
hal ini telah dipraktekkan di kota Probolinggo. Dari praktek ini akhirya muncul
pemikiran bahwa administrasi tidak selalu sulit dan rumit. Jika bisa dipermudah
maka administrasi tidak perlu dipersulit. Reformasi dalam birokrasi tidak perlu
dicanangkan dengan program yang menggebu-gebu namun dengan hal sederhana tetapi
bisa benar-benar dipraktekkan dengan semangat berkobar dalam sistem
pemerintahan.
Ada tiga hal penting
yang perlu dilaksanakan untuk mampu mewujudkan pemerintahan yang baik, yaitu :
1. Support
dan legitimate
2. Public value
3. Capabilities
Semua keputusan yang
diambil oleh pimpinan sebuah organisasi maupun pemerintahan akan memberikan
pengaruh yang besar bagi rakyat atau masyarakatnya. Sehingga dalam pengambilan
keputusan tidak terbatas pada kekuasaan dan wewenang pemerintah saja tetapi
juga perlu sikap dari masyarakat itu sendiri. Dengan hal seperti itu, maka
perlu ada dukungan yang dimiliki oleh pemerintah dari masyarakat itu sendiri.
Dukungan penuh masyarakat akan diberikan ketika ada transparansi dari
pemerintah. Bentuk transparansi yang bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan
adalah dengan melakukan diskusi terkait dengan keputusan yang akan diambil. Keputusan
yang akan diambil harus disampaikan terlebih dahulu kepada masyarakat dan ada ruang
yang diberikan kepada masyarakat untuk menyikapi
keputusan tersebut. Sehingga ketika diskusi telah dilaksanakan dan keputusan
telah ditentukan serta diberlakukan sesuai dengan kesepakatan tidak akan ada pihak
yang mengadu atau memberontak. Jadi permasalahan yang biasanya cukup komplek
antara pemerintah dengan masyarakat bisa selesai dengan cara melakukan komunikasi.
Keputusan yang telah
disepakati bersama harus dilaksanakan dengan semestinya. Maka dari itu, segala
hal yang dilaksanakan dan berpedoman pada keputusan serta kebijakan adalah
memiliki nilai yang kembali pada masyarakat luas. Sehingga tidak ada
pihak-pihak tertentu yang akan diuntungkan dan pihak-pihak tertentu yang akan
dirugikan. Semua dilakukan demi kemakmuran serta kemajuan masyarakat. Ketika
berbicara mengenai nilai publik, maka perlu ada konsolidasi sebagai bentuk
penguatan dan perekatan antara pihak pemerintah dan masyarakat dengan tidak
memberikan jarak antara keduanya.
Kapabilitas berarti
kemampuan yang harus dimiliki oleh semua pihak yang berperan dalam reformasi birokrasi
instansi pemerintahan maupun yang lainnya. Seperti kalimat diatas, bahwa sebaik
atau seburuk apapun sebuah birokrasi akan sia-sia ketika Sumber Daya Manusianya
tidak memiliki kapabilitas sesuai dengan peran yang dijalankan. Selain
kemampuan juga diperlukan semangat dan komitmen. Untuk mencapai kapabilitas SDM
yang sesuai peran, maka pemerintah tidak boleh serta merta memutuskan
pihak-pihak yang bisa menjabat diinstansi pemerintahan tanpa memenuhi
kriteria-kriteria yang sesuai. Sebab, SDM yang tidak memiliki kapabilitas yang
sesuai akan menghambat pekerjaan dan kemungkinan besar masyarakat tidak bisa
menikmati fasilitas-fasilitas dengan pelayanan publik yang sewajarnya.
Dalam reformasi
birokrasi, ada empat pilar yang harus dicanangkan. Tiga diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Pemerintahan
yang terbuka dan berbasisi ICT.
b. SDM
aparatur yang kompeten dan kompetitif.
c. Pemerintahan
yang partisipatif.
Semua pihak maupun
semua manusia didunia ini selalu menginginkan pada kesempurnaan dan segala hal
yang menjadi rutinitas adalah menggunakan orientasi bagaimana bisa mencapai
pada kesempurnaan yang didinginkan. Akan tetapi, kembali pada sifat makhluk
didunia ini yang tidak akan pernah sampai pada kesempurnaan dan tidak semua
keinginan atau rencana yang diinginkan bisa terwujud sesuai dengan harapan. Ada
beberapa hal yang bisa menghambat lancarnya pemerintahan dengan birokrasi
sebagus apapun, yaitu :
·
Waktu.
Bercermin pada masa
jabatan yang dimiliki oleh kepala instansi pemerintahan diIndonesia, ada waktu
lima tahun yang dimiliki untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakatnya. Sehingga perlu ada tindakan cepat agar bisa menjalankan semuanya
sesuai dengan rencana dan tidak menggoreskan kekecewaan kepada masyarakat yang
berada dibawah kontrolnya.
·
Keterbatasan SDM
Seperti penjelasan
sebelumnya, bahwa ada kriteria-kriteria serta ketentuan SDM untuk bisa
menjalankan keputusan yang telah ada. Namun, kambali juga pada SDM yang
terbatas dan tidak bisa melakukan lebih dari batas kemampuannya. Sehingga
walaupun pemetaan birokrasi telah sempurna namun dengan keterbatasan SDM, maka
rencana tidak seratus persen sukses. Akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk reformasi birokrasi menuju pada birokrasi yang lebih baik lagi.
·
Keterbatasan anggaran
Manusia memiliki
angan-angan atau perencanaan yang dirasa terbaik, namun tetap harus ada
pembatasan untuk ambisi tersebut. Sebab, perlu ada rupiah-rupiah yang dikeluarkan
untuk bisa mencapai pada rencana yang diinginkan. Hal itu juga bisa diamati
dalam dunia pemerintahan. Pada awal tahun jabatan seorang pemimpin selalu ada
program-program yang direncanakan. Tidak terbatas pada program kerja, namun
juga pada biaya yang dihabiskan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada
keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintahan, sehingga tidak semua
birokrasi bisa terealisasi dengan lancar.
·
Pembagian kewenangan
Secara singkat bisa
dijelaskan bahwa ada pembagian kewenangan dalam pemerintahan. Seperti yang ada
pada negara Indonesia dengan pembagian eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kewenangan
yang telah dibagi tersebut memberikan dampak positif dengan mempermudah
menjalankan tugas sesuai dengan pemetaan yang telah dilakukan. Namun, dari
dampak positif tersebut juga terdapat dampak negatif yang artinya harus ada
kesamaan dalam pelaksanaan kewajiban. Sedangkan, tidak semua pihak memiliki
berbagai hal yang sama dan searah sehingga hal ini bisa menghambat jalannya sebuah
birokrasi.
Ada
banyak hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Satu
diantaranya adalah dengan membangun sistem birokrasi secara demokratif. Tiga
permasalahan dari kaca mata jurnalis yang masih ada pada saat ini adalah
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Sehingga reformasi birokrasi
sebagai jembatan menuju good governance terhambat.
Sejauh ini, akuntabilitas dari pihak pemerintah tidak semua bisa dilaksanakan.
Banyak yang jauh berbeda antara sebelum dengan sesudah ia memperoleh kekuasaan.
Selain itu, masyarakat akan mampu berpartisipasi ketika ada transparansi dari
pemerintah. Selama tidak ada transparansi, bukan sebuah partisipasi yang mampu
dilakukan oleh masyarakat tapi justru aksi yang dirasa anarki oleh pemerintah
maupun pihak-pihak yang membiarkan mereka buta serta tuli terhadap fakta yang sebenarnya
terjadi.
Berbicara tentang
pemerintahan, birokrasi, akuntabilitas, publik, dan lain sebagainya tidak bisa
meninggalkan peran pihak-pihak yang ada dalam jajaran pemerintahan. Diantara
pihak-pihak tersebut adalah badan legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). DPRD bisa dikatakan sebagai pejabat politik yang berkedudukan
untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Selain badan legislatif, dalam
pemerintahan daerah juga terdapat badan eksekutif, yang diperankan oleh Bupati.
Mengenai tanggung jawab yang dipikul oleh DPRD maupun Bupati pada dasarnya
adalah sama. Keduanya juga memiliki komitmen, namun komitmen yang ada
digugurkan oleh sistem. Inovasi yang dimiliki oleh DPRD tidak mampu
dilaksanakan ketika tidak mendapatkan lampu hijau dari eksekutif. Keduanya
harus berjalan beriringan untuk bisa mengapresiasikan inovasi yang dimiliki dan
melakukan yang terbaik untuk daerah. Fungsi DPRD sendiri juga diatur oleh
Undang-Undang pemerintahan. Yang jelas DPRD memiliki alat kelengkapan, seperti
pimpinan DPRD, musyawarah, dan komisi. DPRD sebagai wakil dari para rakyat
selalu diharapkan untuk mampu memberikan pelayanan dengan adil, mudah, dan
cepat.
Begitu komplek dan
banyaknya permasalahan yang saat ini terjadi khususnya didaerah jember. Ada
rakyat yang merasa nasib mereka yang seharusnya diperjuangkan oleh para anggota
dewan tapi merasa terlupakan, bahkan dipermainkan seperti kasus perencanaan
RTRW untuk dua puluh tahun kedepan. Ada para anggota dewan yang merasa bahwa
sistem menghambat terlaksanakannya komitmen dan inovasi dari pihak mereka. Ada
pula pihak eksekutif yang seolah-olah melakukan tindakan semaunya dan
mementingkan pihak-pihak tertentu dari para jajarannya atau bahkan kantong
pribadinya, contoh dalam waktu terdekat adalah adanya penyerahan PDP
(Perusahaan Daerah Perkebunan) kepada pihak ketiga dengan KSO (Kerja Sama
Operasi) yang akhirnya telah dibatalkan setelah ada aksi besar dari pihak buruh
dengan jumlah sekitar lima ribu jiwa buruh. Ini semua adalah
permasalahan-permasalahn yang perlu diahadapi dan diselesaikan bersama. Seharusnya
untuk menghadapi ini semua, pihak DPRD sebagai wakil rakyat merangkul para
rakyatnya untuk bersama mencari jalan terbaik dan akhirnya disalurkan oleh
legislatif kepada pihak eksekutif. Bukan terbalik, rakyat yang merangkul DPRD
karena bagaimanapun juga, ada sebongkah tanggung jawab nasib para rakyat yang
harus diperjuangkan oleh para anggota dewan dan hal itu ada pada paparan fungsi
adanya DPRD untuk rakyat.
Demokratisasi birokrasi
menjadi paradigma yang tepat untuk bisa mewujudkan reformasi birokrasi dan
akhirnya mengurangi maladministration yang saat ini sedang ramai terjadi di
Indonesia. Dari kaca mata ini, administrasi bisa dipahami sebagai upaya untuk
membangun kesepakatan. Dan akhirnya reformasi birokrasi ini lahir akibat adanya
tuntutan masyarakat yang selalu ingin dilayani dengan murah, mudah, dan cepat. Hal
terpenting dari birokrasi adalah subjek birokrasi, mekanisme pekerjaan, sarana
prasarana, dan organisasi. Semua itu merupakan alat utama untuk mewujudkan
birokrasi.
Perlu adanya
implementasi reformasi birokrasi terhadap BPK (Badan Pemeriksa keuangan).
Sebab, berbicara masalah keuangan pasti sensitif sekali. Terlalu banyak kekahawatiran
dari pihak BPK apabila terjadi pembengkakan anggaran sehingga birokrasi yang
dilakukan terlalu rumit. Setelah hal itu dilakukan, ternyata kemakmuran rakyat
yang dipertanyakan. Sehingga dalam birokrasi yang saat ini disajikan oleh
pemerintah daerah harus disesuaikan dengan bentuk kewajarannya. Ukuran dari
kewajaran itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Sesuai
dengan akuntansi pemerintah.
2. Pengungkapan
yang cukup.
3. Efektifitas
sistem pengendalian intern.
4. Kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Memang adanya
penyalahgunaan uang sangat sering terjadi. Penyebabnya begitu banyak dan sulit
untuk mengetahui modus penyalahgunaan tersebut. Yang jelas, semua kembali pada
unsur politik yang ada didalamnya. Untuk membuktikan itu tidak bisa dianggap sebagai
perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Bagaimana tidak, untuk
membuktikan tuduhan penyaalahgunaan uang negara harus disertai dengan bukti
kuat yang disertai dengan kepastian serta ketepatan waktu dalam meringkus
tersangka. Sehingga jarang ditemukan dan berhasil diselesaikan masalah keuangan
pada saat audit dilaksanakan. Hal itu diungkapkan oleh salah satu pihak audit
dari BPK, yang bukan berarti adanya kesulitan tersebut berarti menjadikan
mereka maklum sehingga gugurlah kewajiban untuk menemukan dan menyelidiki
penyalahguna uang negara yang seharusnya dioperasionalkan dengan benar. Akan
tetapi ini justru menjadi tugas yang begitu besar untuk warga negara Indonesia
agar bisa menemukan trik khusus dalam penemuan dan penyelesaian kasus penyalahgunaan
keuangan negara.
Berbicara masalah waktu
yang dimiliki oleh pihak audit BPK adalah dua bulan. Dalam waktu dua bulan ini,
pihak audit BPK harus memeriksa keuangan sesuai jabatan entah didaerah maupun
pusat yang ada untuk kurun waktu satu tahun. Satu bulan digunakan untuk terjun
lapangan sedangkan satu bulan lainnya dilakukan indoor. Saat ini audit BPK sedang berada pada masa pencegahan
korupsi dan belum pada tahap audit kebijakan. Ada pemisahan antara BPK dengan
BPKP. Jika BPKP bisa menerima konsultasi dari daerah, maka berbeda dengan BPK
yang tidak mendapatkan izin untuk hal itu. Dalam Undang-Undang no 25 tahun 2006
dijelaskan bahwa BPK tidak diperkenankan untuk terlibat konsultasi. Sehingga
yang melakukan pengawalan maupun pengawasan ke suatu kebupaten menunjukkan
bahwa itu bukanlah kerja BPK namun BPKP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar