Selasa, 28 Mei 2013

RESUME SEMINAR NASIONAL ADMINISTRASI NEGARA FISIP UNIVERSITAS JEMBER “REFORMASI BIROKRASI UNTUK PENINGKATAN PUBLIK SERVICE”



Oleh : Miftahul Khoiriyah Al Istiqomah
Birokrasi terasa menjadi kewajiban yang harus dipenuhi pada setiap proses yang berhubungan dengan aturan baik dalam masing-masing individu maupun khalayak publik. Segala bentuk keputusan yang diambil oleh pemerintahan harus selalu memperioritaskan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Disadari maupun tidak, dalam arti luas, segala aspek dalam kehidupan tidak akan pernah bisa lepas dari birokrasi. Birokrasi dalam pemerintahan bisa diartikan sebagai sistem pemerintah yang dilaksanakan dalam menjalankan rutinitas kepemerintahan untuk memenuhi kewajiban pemerintah sebagai tugas dan amanah negara.
Pandangan umum masyarakat secara umum yang ada sampai saat ini bahwa birokrasi hanya akan mempersulit sebuah tindakan dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Birokrasi yang dirasa kaku dan keras menjadikan masyarakat enggan dan malas untuk melaksanakannya. Semua itu bisa diatasi ketika pemerintahan dengan cermat mengatur dan memetakan sebuah sistem dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Sebab tujuan dari segala yang dilakukan oleh pemerintahan dalam pemerintahan harus kembali pada kemakmuran, kesejahteraan, dan kebaikan masyarakat didalamnya. Melihat dari apa yang selama ini terjadi pada negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia  perlu ada sebuah reformasi dalam birokrasi yangmana hal itu bisa meningkatkan public service dari pemerintah. .
Pada dasarnya, birokrasi dalam pemerintahan tidak bisa selalu dipersalahkan atau bahkan tidak layak untuk dipersalahkan. Sebab, sebaik atau seburuk apapun sebuah birokrasi jika tidak dilaksanakan oleh SDM (Sumber Daya Manusia) yang mumpuni serta komitmen terhadap aturan yang ada didalamnya, maka akan sia-sia dan bukan kemajuan akan tetapi bisa sebuah kemerosotan yang akan terjadi. Sehingga reformasi birokrasi layak bahkan harus dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sistem yang selama ini terjadi dalam faktanya.
Administrasi dalam teori hanyalah sebuah instrumen untuk melindungi, mengatur, mengontrol, dan lain sebagainya. Namun, prosedur administrasi pada prakteknya harus dilaksanakan dengan tertib. Hal ini bisa dibuktikan dengan apa yang telah dilakukan oleh Bupati Banyuwangi, Bapak Anas yang menjabat sebagai Bupati sejak 2010 lalu. Faktanya saat ini sudah dilaksanakan program digital sociaty dengan memberikan pelayanan satu atap kepada publik. Selain itu, administrasi juga tidak harus selalu dilakukan dikantor pemerintah, namun juga bisa dilakukan secara terbuka. Artinya ada waktu-waktu tertentu untuk bertemu dan berkumpul antara pihak pemerintah dengan masyarakat, hal ini telah dipraktekkan di kota Probolinggo. Dari praktek ini akhirya muncul pemikiran bahwa administrasi tidak selalu sulit dan rumit. Jika bisa dipermudah maka administrasi tidak perlu dipersulit. Reformasi dalam birokrasi tidak perlu dicanangkan dengan program yang menggebu-gebu namun dengan hal sederhana tetapi bisa benar-benar dipraktekkan dengan semangat berkobar dalam sistem pemerintahan.
Ada tiga hal penting yang perlu dilaksanakan untuk mampu mewujudkan pemerintahan yang baik, yaitu :
1.      Support dan legitimate
2.      Public value
3.      Capabilities
Semua keputusan yang diambil oleh pimpinan sebuah organisasi maupun pemerintahan akan memberikan pengaruh yang besar bagi rakyat atau masyarakatnya. Sehingga dalam pengambilan keputusan tidak terbatas pada kekuasaan dan wewenang pemerintah saja tetapi juga perlu sikap dari masyarakat itu sendiri. Dengan hal seperti itu, maka perlu ada dukungan yang dimiliki oleh pemerintah dari masyarakat itu sendiri. Dukungan penuh masyarakat akan diberikan ketika ada transparansi dari pemerintah. Bentuk transparansi yang bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan adalah dengan melakukan diskusi terkait dengan keputusan yang akan diambil. Keputusan yang akan diambil harus disampaikan terlebih dahulu kepada masyarakat dan ada ruang yang diberikan kepada masyarakat untuk  menyikapi keputusan tersebut. Sehingga ketika diskusi telah dilaksanakan dan keputusan telah ditentukan serta diberlakukan sesuai dengan kesepakatan tidak akan ada pihak yang mengadu atau memberontak. Jadi permasalahan yang biasanya cukup komplek antara pemerintah dengan masyarakat bisa selesai dengan cara melakukan komunikasi.
Keputusan yang telah disepakati bersama harus dilaksanakan dengan semestinya. Maka dari itu, segala hal yang dilaksanakan dan berpedoman pada keputusan serta kebijakan adalah memiliki nilai yang kembali pada masyarakat luas. Sehingga tidak ada pihak-pihak tertentu yang akan diuntungkan dan pihak-pihak tertentu yang akan dirugikan. Semua dilakukan demi kemakmuran serta kemajuan masyarakat. Ketika berbicara mengenai nilai publik, maka perlu ada konsolidasi sebagai bentuk penguatan dan perekatan antara pihak pemerintah dan masyarakat dengan tidak memberikan jarak antara keduanya.
Kapabilitas berarti kemampuan yang harus dimiliki oleh semua pihak yang berperan dalam reformasi birokrasi instansi pemerintahan maupun yang lainnya. Seperti kalimat diatas, bahwa sebaik atau seburuk apapun sebuah birokrasi akan sia-sia ketika Sumber Daya Manusianya tidak memiliki kapabilitas sesuai dengan peran yang dijalankan. Selain kemampuan juga diperlukan semangat dan komitmen. Untuk mencapai kapabilitas SDM yang sesuai peran, maka pemerintah tidak boleh serta merta memutuskan pihak-pihak yang bisa menjabat diinstansi pemerintahan tanpa memenuhi kriteria-kriteria yang sesuai. Sebab, SDM yang tidak memiliki kapabilitas yang sesuai akan menghambat pekerjaan dan kemungkinan besar masyarakat tidak bisa menikmati fasilitas-fasilitas dengan pelayanan publik yang sewajarnya.
Dalam reformasi birokrasi, ada empat pilar yang harus dicanangkan. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Pemerintahan yang terbuka dan berbasisi ICT.
b.      SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif.
c.       Pemerintahan yang partisipatif.
Semua pihak maupun semua manusia didunia ini selalu menginginkan pada kesempurnaan dan segala hal yang menjadi rutinitas adalah menggunakan orientasi bagaimana bisa mencapai pada kesempurnaan yang didinginkan. Akan tetapi, kembali pada sifat makhluk didunia ini yang tidak akan pernah sampai pada kesempurnaan dan tidak semua keinginan atau rencana yang diinginkan bisa terwujud sesuai dengan harapan. Ada beberapa hal yang bisa menghambat lancarnya pemerintahan dengan birokrasi sebagus apapun, yaitu :
·         Waktu.
Bercermin pada masa jabatan yang dimiliki oleh kepala instansi pemerintahan diIndonesia, ada waktu lima tahun yang dimiliki untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakatnya. Sehingga perlu ada tindakan cepat agar bisa menjalankan semuanya sesuai dengan rencana dan tidak menggoreskan kekecewaan kepada masyarakat yang berada dibawah kontrolnya.
·         Keterbatasan SDM
Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa ada kriteria-kriteria serta ketentuan SDM untuk bisa menjalankan keputusan yang telah ada. Namun, kambali juga pada SDM yang terbatas dan tidak bisa melakukan lebih dari batas kemampuannya. Sehingga walaupun pemetaan birokrasi telah sempurna namun dengan keterbatasan SDM, maka rencana tidak seratus persen sukses. Akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk reformasi birokrasi menuju pada birokrasi yang lebih baik lagi.
·         Keterbatasan anggaran
Manusia memiliki angan-angan atau perencanaan yang dirasa terbaik, namun tetap harus ada pembatasan untuk ambisi tersebut. Sebab, perlu ada rupiah-rupiah yang dikeluarkan untuk bisa mencapai pada rencana yang diinginkan. Hal itu juga bisa diamati dalam dunia pemerintahan. Pada awal tahun jabatan seorang pemimpin selalu ada program-program yang direncanakan. Tidak terbatas pada program kerja, namun juga pada biaya yang dihabiskan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintahan, sehingga tidak semua birokrasi bisa terealisasi dengan lancar.
·         Pembagian kewenangan
Secara singkat bisa dijelaskan bahwa ada pembagian kewenangan dalam pemerintahan. Seperti yang ada pada negara Indonesia dengan pembagian eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kewenangan yang telah dibagi tersebut memberikan dampak positif dengan mempermudah menjalankan tugas sesuai dengan pemetaan yang telah dilakukan. Namun, dari dampak positif tersebut juga terdapat dampak negatif yang artinya harus ada kesamaan dalam pelaksanaan kewajiban. Sedangkan, tidak semua pihak memiliki berbagai hal yang sama dan searah sehingga hal ini bisa menghambat jalannya sebuah birokrasi.
            Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Satu diantaranya adalah dengan membangun sistem birokrasi secara demokratif. Tiga permasalahan dari kaca mata jurnalis yang masih ada pada saat ini adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Sehingga reformasi birokrasi sebagai jembatan menuju good governance terhambat. Sejauh ini, akuntabilitas dari pihak pemerintah tidak semua bisa dilaksanakan. Banyak yang jauh berbeda antara sebelum dengan sesudah ia memperoleh kekuasaan. Selain itu, masyarakat akan mampu berpartisipasi ketika ada transparansi dari pemerintah. Selama tidak ada transparansi, bukan sebuah partisipasi yang mampu dilakukan oleh masyarakat tapi justru aksi yang dirasa anarki oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang membiarkan mereka buta serta tuli terhadap fakta yang sebenarnya terjadi. 
Berbicara tentang pemerintahan, birokrasi, akuntabilitas, publik, dan lain sebagainya tidak bisa meninggalkan peran pihak-pihak yang ada dalam jajaran pemerintahan. Diantara pihak-pihak tersebut adalah badan legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD bisa dikatakan sebagai pejabat politik yang berkedudukan untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Selain badan legislatif, dalam pemerintahan daerah juga terdapat badan eksekutif, yang diperankan oleh Bupati. Mengenai tanggung jawab yang dipikul oleh DPRD maupun Bupati pada dasarnya adalah sama. Keduanya juga memiliki komitmen, namun komitmen yang ada digugurkan oleh sistem. Inovasi yang dimiliki oleh DPRD tidak mampu dilaksanakan ketika tidak mendapatkan lampu hijau dari eksekutif. Keduanya harus berjalan beriringan untuk bisa mengapresiasikan inovasi yang dimiliki dan melakukan yang terbaik untuk daerah. Fungsi DPRD sendiri juga diatur oleh Undang-Undang pemerintahan. Yang jelas DPRD memiliki alat kelengkapan, seperti pimpinan DPRD, musyawarah, dan komisi. DPRD sebagai wakil dari para rakyat selalu diharapkan untuk mampu memberikan pelayanan dengan adil, mudah, dan cepat.
Begitu komplek dan banyaknya permasalahan yang saat ini terjadi khususnya didaerah jember. Ada rakyat yang merasa nasib mereka yang seharusnya diperjuangkan oleh para anggota dewan tapi merasa terlupakan, bahkan dipermainkan seperti kasus perencanaan RTRW untuk dua puluh tahun kedepan. Ada para anggota dewan yang merasa bahwa sistem menghambat terlaksanakannya komitmen dan inovasi dari pihak mereka. Ada pula pihak eksekutif yang seolah-olah melakukan tindakan semaunya dan mementingkan pihak-pihak tertentu dari para jajarannya atau bahkan kantong pribadinya, contoh dalam waktu terdekat adalah adanya penyerahan PDP (Perusahaan Daerah Perkebunan) kepada pihak ketiga dengan KSO (Kerja Sama Operasi) yang akhirnya telah dibatalkan setelah ada aksi besar dari pihak buruh dengan jumlah sekitar lima ribu jiwa buruh. Ini semua adalah permasalahan-permasalahn yang perlu diahadapi dan diselesaikan bersama. Seharusnya untuk menghadapi ini semua, pihak DPRD sebagai wakil rakyat merangkul para rakyatnya untuk bersama mencari jalan terbaik dan akhirnya disalurkan oleh legislatif kepada pihak eksekutif. Bukan terbalik, rakyat yang merangkul DPRD karena bagaimanapun juga, ada sebongkah tanggung jawab nasib para rakyat yang harus diperjuangkan oleh para anggota dewan dan hal itu ada pada paparan fungsi adanya DPRD untuk rakyat.
Demokratisasi birokrasi menjadi paradigma yang tepat untuk bisa mewujudkan reformasi birokrasi dan akhirnya mengurangi maladministration yang saat ini sedang ramai terjadi di Indonesia. Dari kaca mata ini, administrasi bisa dipahami sebagai upaya untuk membangun kesepakatan. Dan akhirnya reformasi birokrasi ini lahir akibat adanya tuntutan masyarakat yang selalu ingin dilayani dengan murah, mudah, dan cepat. Hal terpenting dari birokrasi adalah subjek birokrasi, mekanisme pekerjaan, sarana prasarana, dan organisasi. Semua itu merupakan alat utama untuk mewujudkan birokrasi.
Perlu adanya implementasi reformasi birokrasi terhadap BPK (Badan Pemeriksa keuangan). Sebab, berbicara masalah keuangan pasti sensitif sekali. Terlalu banyak kekahawatiran dari pihak BPK apabila terjadi pembengkakan anggaran sehingga birokrasi yang dilakukan terlalu rumit. Setelah hal itu dilakukan, ternyata kemakmuran rakyat yang dipertanyakan. Sehingga dalam birokrasi yang saat ini disajikan oleh pemerintah daerah harus disesuaikan dengan bentuk kewajarannya. Ukuran dari kewajaran itu sendiri adalah sebagai berikut :
1.      Sesuai dengan akuntansi pemerintah.
2.      Pengungkapan yang cukup.
3.      Efektifitas sistem pengendalian intern.
4.      Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Memang adanya penyalahgunaan uang sangat sering terjadi. Penyebabnya begitu banyak dan sulit untuk mengetahui modus penyalahgunaan tersebut. Yang jelas, semua kembali pada unsur politik yang ada didalamnya. Untuk membuktikan itu tidak bisa dianggap sebagai perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Bagaimana tidak, untuk membuktikan tuduhan penyaalahgunaan uang negara harus disertai dengan bukti kuat yang disertai dengan kepastian serta ketepatan waktu dalam meringkus tersangka. Sehingga jarang ditemukan dan berhasil diselesaikan masalah keuangan pada saat audit dilaksanakan. Hal itu diungkapkan oleh salah satu pihak audit dari BPK, yang bukan berarti adanya kesulitan tersebut berarti menjadikan mereka maklum sehingga gugurlah kewajiban untuk menemukan dan menyelidiki penyalahguna uang negara yang seharusnya dioperasionalkan dengan benar. Akan tetapi ini justru menjadi tugas yang begitu besar untuk warga negara Indonesia agar bisa menemukan trik khusus dalam penemuan dan penyelesaian kasus penyalahgunaan keuangan negara.
Berbicara masalah waktu yang dimiliki oleh pihak audit BPK adalah dua bulan. Dalam waktu dua bulan ini, pihak audit BPK harus memeriksa keuangan sesuai jabatan entah didaerah maupun pusat yang ada untuk kurun waktu satu tahun. Satu bulan digunakan untuk terjun lapangan sedangkan satu bulan lainnya dilakukan indoor. Saat ini audit BPK sedang berada pada masa pencegahan korupsi dan belum pada tahap audit kebijakan. Ada pemisahan antara BPK dengan BPKP. Jika BPKP bisa menerima konsultasi dari daerah, maka berbeda dengan BPK yang tidak mendapatkan izin untuk hal itu. Dalam Undang-Undang no 25 tahun 2006 dijelaskan bahwa BPK tidak diperkenankan untuk terlibat konsultasi. Sehingga yang melakukan pengawalan maupun pengawasan ke suatu kebupaten menunjukkan bahwa itu bukanlah kerja BPK namun BPKP.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar